Muslimedianews.com,Jakarta ~ Warga NU (Nahdliyyin) harus
bangga dan mantap dengan semua amalan atau tradisi keagamaan yang
dijalankan. Tak perlu menghiraukan kicauan kelompok yang gemar menuding
bid’ah karena semua amalan dan tradisi itu ada dalilnya.
Ketua
Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj
menyampaikan hal itu di hadapan mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam
Nahdlatul Ulama (STAINU) Jakarta dalam kegiatan Kuliah Umum di Aula
gedung PBNU, Kamis (17/10/2013).
Kang Said, memulai penjelasan
dengan membahas bab Sunnah Nabi. Dijelaskannya, sunnah itu terbagi
menjadi 3 bagian, yaitu sunnah qauliyah (ucapan), sunnah fi`liyah
(perilaku/pekerjaan) dan sunnah taqririyyah (pembenaran).
Ia
menekankan penjelasan tentang sunnah taqririyah. “Kalau yang melakukan
itu orang lain dan telah mendapatkan pembenaran dari Rasulullah,
mendapat legitimasi, maka menjadi sunnah taqririyyah,” jelasnya.
“Contoh,
sahabat Bilal setelah wudlu melakukan shalat dua rakaat lalu Nabi
malah tanya itu, shalat apa Bilal? Shalat ba’diyah wudu. Lalu kata Nabi,
ya kamu benar, ayo kita menjalankan itu,” papar Kang Said di hadapan
ratusan mahasiswa STAINU Jakarta.
Contoh yang paling penting,
lanjut Kang Said, banyak sahabat yang memberikan pujian dan sanjungan
kepada Rasulullah, lalu Rasulullah membenarkan hal itu, padahal
Rasulullah tidak pernah memuji diri sendiri dan tidak pernah memberikan
perintah itu. Ketika para sahabat memuji dan menyanjung Rasulullah,
beliau membenarkan, seandainya hal itu tidak benar, pasti Rasulullah
melarangnya.
“Contoh ada seorang penyair namanya Ka`ab Bin Zuhair
memuji-muji Nabi setinggi langit, engkau orang hebat, engkau orang
mulia, orang engkau orang yang gagah berani, engkau orang luar biasa,”
tukas Kang Sadi sambil membaca syi`irnya Ka`ab Bin Zuhair
Kalau
memuji-muji itu salah, tambah Kang Said, itu pasti dilarang. Rasulullah
tidak melarangnya malahan Ka`ab Bin Zuhair diberi kenang-kenangan berupa
selimut bergaris-garis (burdah) yang sedang dipakai oleh Rasulullah.
“Kalau
nggak percaya, selimut itu masih ada di Museum Topkapi, Istambul,
Turki, fakta masih ada, saya dua kali sudah lihat, jadi memuji-muji Nabi
Muhammad, baca Diba, Barjanzi, Syarfulanam, Simtudduror, Burdah
lilbusaeri, itu sunnah, bukan bid`ah!” tegasnya
Untuk memantapkan
penjelasan sunnah taqririyah ini, Kang Said melanjutkannya dengan
persoalan tawasul. Diceritakan, Suku Mudhar sedang dilanda paceklik
selama 7 tahun karena tidak ada air, tidak ada gandum, untuk mengatasi
hal itu tokoh-tokoh Suku Mudhar yang dipimpin oleh Labid Bin Rabi`ah
datang menghadap kepada Rasulullah di Madinah, Rasulullah pun bertanya
kepada rombongan ini.
“Ada apa datang kemari? Ataina, kami datang
kepadamu, litarhamana, agar Engkau merahmati kami, jadi orang ini minta
rahmat sama Rasulullah, bukan sama Allah. Kalau salah, pasti dilarang,
enggak tuh, enggak dilarang,” tegas Kang Said seraya membaca syiiran
Arab yang dibawakan oleh suku Mudhar tersebut.
Setelah mendapat
penjelasan dari suku Mudhar ini, Nabi Muhammad kemudian berdoa kepada
Allah agar segera menurunkan hujan di daerah suku Mudhar itu, hujan yang
membawa rezeki dan berkah, bukan hujan banjir dan membawa malapetaka.
Tidak lama kemudian rombongan suku Mudhar pulang, sebelum mereka sampai
di rumahnya masing-masing, di sana sudah turun hujan.
“Kalau mau
tahu sejarah ini baca Al-Kamil fittarikh lil imam ibnil Atsir, 13
jilid, Tarikhul umam walmuluk Abu Ja`far Ibnu Jarir Athabari, 10 jilid,
Tarikhul hadhar Islamiyah, Prof. Dr. Ahmad Syalabi, 9 jilid, Tarikh Ibnu
Khaldun, 14 Jilid, baru tahu cerita ini, maka minta pada Allah lewat
Nabi Muhammad itu sunnah, bukan bid`ah,” imbuhnya.
Untuk itu,
Kang Said, menegaskan kepada para mahasiswa untuk tetap bangga menjadi
warga NU, karena semua amalan-amalan warga NU memiliki dalil-dalil yang
kuat.
Bukankah, Dalam Hal ibadah. smuanya di larang kcuali ada dalil yg membolehkannya.
sedangkan dalam muamalat.. smuanya di perbolehkan kecuali ada dalil yg melarangnya. Kaidahnya Memang Demikian. {dionlanang)
0 komentar:
Posting Komentar